Mendidik Anak menjadi Fans Bola. Bolehkah?

Judulnya saja sudah mendidik anak, padahal saya sendiri belum menikah. Ya sudahlah, mari dilihat dari sudut pandang orang yang ingin ketika nanti dikaruniai anak, ia menjadi fans atau bahkan pemain sepakbola.
Ya, persis seperti apa yang beberapa waktu lalu saya alami.

Sepakbola adalah salah satu cabang olahraga favorit saya, selain diantaranya MOTOGP dan Bulutangkis. Sejak SD, hasrat sepakbola rasanya sudah mengalir deras dalam diri. Captain Tsubasa, serius, sejak pertama kali nonton, sampai belasan tahun berlalu sejak saat itu, kartun itu masih jadi favorit saya. Saat itu saya belum berkerudung, kelas III SD. Pertama kali bermain bola lawan laki-laki. Teman-teman menjuluki saya Rohaye-nya Cadasari. Mungkin, jika saya terlahir sebagai seorang laki-laki, saat ini saya pasti telah menjadi salah satu pemain salah satu klub tanah air. (Sombong sedikit)
Sejak 2008, saya mengelompokkan diri ke dalam satuan fans & supporter Arsenal. Lima tahun berlalu. Banyak hal yang membuat saya menyukai olahraga ini; determinasi para pemain demi mencapai kemenangan, profesionalitas, dan lebih lagi mereka bekerja karena cinta. Coba, kalau tidak cinta, mana kuat lari-lari keliling lapangan kejar-kejar bola selama 90 menit. Ya, kalaupun kuat, kualitasnya perlu dipertanyakan.
Mulai saat itu, saya selalu mendamba, agar suatu saat nanti (sesudah menikah) saya dikaruniai anak laki-laki, yang pada akhirnya saya didik agar ia mencintai sepakbola. Sudah saya rancang, nanti ketika ia berumur 6-7 tahun dimasukkan ke dalam Akademi Sepakbola Arsenal. Sampai suatu hari, saya membaca buku Fikih Pendidikan Anak karya Syaikh Musthafa al-'Adawy. Begini ......
"... jaga betul-betul anak Anda dari sepakbola dan kegilaan mereka terhadap bintang-bintang sepakbola, yang bisa menutup akal dan hati hingga membuat anak jauh dari rasa cinta karena Allah swt. Sebab, tidak sedikit anak yang gila bermain bola dan menjadi pendukung berat klub tertentu, lalai dengan waktu shalat. Mereka lebih menuruti nafsu mereka, melupakan kemaslahatan dan tugas menghabiskan waktu mereka dengan mengobrol memperdebatkan klub dan bintang mereka masing-masing, hingga tumbuh di antara mereka rasa permusuhan dan kebencian hanya karena klub ini kalah atau klub itu menang."
 Ya, beliau benar. Hal-hal itu sempat saya alami, walau tidak dalam intensitas yang membahayakan. Saat itu, rasanya tidak ada kewajiban lain (dalam konteks sepakbola) yang harus dilakukan, selain membela habis-habisan tim kesayangan, baik ketika menang, apalagi saat kalah. Setiap kali berdebat, hampir pasti keluar celotehan jika tidak menyombongkan klub sendiri, ya merendahkan klub lain. Yang membuat saya mundur dengan tidak terlalu bergaul dengan para supporter bola lain adalah kata-kata hinaan yang mudah saja terlontar untuk klub lain, sudah bisa dipastikan, nama-nama populer di kebun binatang turut serta. Bahkan nama klub sepakbola pun tak luput dari transformasi kata tidak bertanggungjawab itu, (mohon maaf) misal Arsenal > Arsendal; MU > Munyuk; Tottenham > Toiletham; Chelsea > Celshit; dan banyak lagi. Belum lagi, kata-kata seperti "Arsenal 'till I die" atau apapun itu demi menunjukkan betapa cintanya ia. Tambah lagi, kisah tidak harmonisnya The Jackmania dan Viking. Kecintaan berlebihan selain kepada-Nya memang sangat berbahaya. 
Cinta itulah yang telah membutakan mata dan hati mereka karena jelas, yang dipuja bukanlah Allah dan Rasul-Nya. Rela begadang sampai melewatkan shalat subuh; rela bangun jam 1 malam demi menyaksikan pertandingan sepakbola, sedang shalat malam dilewatkan. Hey, wake up! Nyatanya yang dipuja takkan mampu menolongnya di persidangan akhirat nanti.

Jikalau pun nanti, saya dikaruniai anak yang berbakat menjadi pemain bola. Insyaallah takkan saya biarkan ia menjadi gila karenanya. Mencintai secara wajar, bermain dengan cinta, dengan tanpa pergi dari cinta-Nya; seperti yang kini dilakukan oleh Ibrahim Afellay, saya memang tak begitu mengenal dirinya, namun yang saya tahu, beliau adalah pemain sepakbola muslim muda yang tak pernah meninggalkan nilai Islam dalam setiap nafasnya. Allahualam. Semoga Allah swt. senantiasa memberkahinya dengan cinta-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persepsi Bicara

Top-Down Processing and Visual Object Recognition

Latar Belakang Pengenalan Objek Visual