Psycholinguistic and Language Comprehension
SEJARAH SINGKAT PSIKOLINGUISTIK
Sejak dahulu, kemampuan luar biasa manusia dalam memproduksi bahasa telah memicu banyak perdebatan. Dimulai dari perdebatan filosofis oleh para filsuf India dan Yunani, hingga Noam Chomsky yang mencetuskan teori Transformational Grammar. Dalam bagian ini, akan dibahas mengenai teori Noam Chomsky dan pandangan teori psikolinguistik yang menekankan pada arti.
Teori Transformational Grammar. Noam Chomsky merupakan salah satu ahli psikolinguistik modern yang paling berpengaruh. Ia berpendapat bahwa kemampuan berbahasa manusia hanya dapat dijelaskan sebagai prinsip-prinsip dan aturan dalam sistem yang kompleks yang merepresentasikan pikiran dari si pembicara. Berbeda dengan, asumsi yang diajukan oleh para behaviorist, bahwa hal tersebut hanya merupakan salah satu bagian dari aspek terobservasi dari perilaku berbahasa.
Chomsky juga mengajukan bahwa manusia memiliki kemampuan berbahasa yang inborn sehingga sejak lahir kita telah mengerti konsep dasar dan umum di semua bahasa. Namun, tentu saja, karakteristik superficial lain dari bahasa itu perlu dipelajari, seperti anak di Indonesia belajar bahasa Indonesia, berbeda dengan anak di Korea yang belajarnya bahasa Korea. Juga, anak-anak di Prancis belajar membedakan kata-kata feminim dan maskulin, berbeda dengan anak Indonesia yang tidak mengenal maskulinitas dan feminitas dalam bahasa. Dengan inborn ability, kita juga mampu memahami dan bahkan memproduksi istilah yang sebenarnya belum pernah kita dengar sebelumnya, seperti semakin berkembangnya bahasa-bahasa alay, dewasa ini.
Selain itu, Chomsky juga mengajukan bahwa bahasa itu modular; atau manusia memiliki suatu set kemampuan linguistik yang berbeda dengan prinsip proses kognisi lain. Dengan asumsi kemodularan bahasa itulah, Chomsky berpendapat bahwa manusia mampu mempelajari struktur linguistik yang kompleks jauh sebelum mereka menguasai kemampuan yang lain. Namun, berbeda dengan teori Chomsky, cognitive approach to languageberpendapat bahwa bahasa itu berhubungan dengan proses kognisi lain. Jadi, kita baru berkemampuan dalam bahasa ketika otak kita juga mampu menguasai banyak tugas kognitif lain. Bahasa hanyalah salah-satu dari tugas-tugas tersebut yang memiliki status yang sama.
Selanjutnya, Ia mengajukan model tranformational grammar untu mengubah deep structuremenjadi struktur permukaan dari kalimat. Struktur permukaan kalimat adalah kata-kata yang secara aktual diucapkan atau dituliskan, sedangkan deep structure merupakan makna atau arti dari kalimat tersebut. Ia menggunakan teori ini untuk menjelaskan mengapa dua kalimat dapat memiliki surface structure yang sangat berbeda, namun deep structure yang sangat mirip; mengapa dua kalimat dapat memiliki surface structure yang sangat mirip, namun deep structure yang sangat berbeda; dan mengapa dua kalimat dapat memiliki surface structure yang identik, namun deep structure yang sangat berbeda (kata ambigu).
Jadi, Chomsky berpendapat bahwa manusia memahami kalimat dengan cara mentransformasikan surface structure menjadi deep structure. Sebaliknya, kita mentransformasikan deep structuremenjadi surface structure, ketika berbicara dan menulis.
Namun begitu, ada beberapa teori Chomsky yang gagal dibuktikan, seperti penelitian-penelitian gagal mendukung prediksi Chomsky mengenai manusia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memproses kalimat yang membutuhkan banyak transformasi (Carroll, 2004; Slobin, 1966). Pendekatan terbaru Chomsky menekankan pada informasi individual kata dari sebuah kalimat, seperti kata ‘mengirim’, selain merupakan sebuah predikat dan memiliki arti, kata tersebut juga memiliki aturan agar diletakkan sebelum kata benda, seperti dalam kalimat “Anna mengirim surat”, bukan “Anna surat mengirim”.
Psycholinguistic Theory Emphasizing Meaning. Pada awal 1970-an, para psikolog mulai mengembangkan teori yang menekankan pada semantik atau makna bahasa. Fokus ini memudahkan dalam mengeksplorasi bagaimana manusia mampu memahami arti dari paragraf dan cerita. Salah satu teori yang berfokus pada semantik adalah cognitive-functional approach, pendekatan ini menekankan pada fungsi bahasa dalam mengkomunikasikan arti ke individu lain. Akibatnya, kita memproduksi bahasa adalah untuk agar tujuan kita tercapai, yaitu membuat orang lain menangkap informasi yang ingin kita sampaikan.
FACTORS AFFECTING COMPREHENSION
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman kita mengenai suatu bahasa, diantaranya yaitu konten negatif, pasif, kompleks, dan ambigu. Karena hal-hal itulah mengapa manusia seringkali lambat memahami suatu bacaan, meskipun pada akhirnya kita masih tetap dapat memahaminya.
1. Negative. Jika suatu kalimat mengandung kata-kata negatif, seperti tidak, atau kata-kata yang mengimplikasikan negatif seperti menolak, kalimat tersebut membuat manusia membutuhkan waktu lebih lama untuk memahaminya dibandingkan ketika dihadapkan dengan kalimat affirmative atau positif. Jadi, semakin banyak konten negatif dalam suatu kalimat, semakin berkurang kecepatan kita dalam memahaminya. Contohnya adalah “Sedikit orang yang benar-benar menolak bahwa bumi itu tidak datar”. Tanpa membaca dan berpikir ulang, apa yang Anda tangkap dari kalimat tersebut?
2. The Passive Voice. Sebagaimana yang sebelumnya Chomsky katakan, bahwa kalimat pasif dan aktif meskipun berbeda dalam hal surface structures, mereka memiliki deep structure yang serupa. Namun bagaimanapun, kalimat aktif memiliki bentuk yang lebih dasar dan langsung, tidak seperti kalimat pasif, sehingga ia lebih mudah dan cepat untuk dipahami. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Ferreira, dkk (2002) yang menanyakan hal yang sama berdasarkan dua kalimat yang memiliki surface structure berbeda (kalimat aktif dan pasif), yaitu apakah hal tersebut mungkin terjadi atau tidak. Partisipan menjawab secara akurat ketika kalimat yang ditampiilkan berupa kalimat aktif, yaitu the man bit the dog. Namun, keakuratan tersebut turun menjadi sekitar 75% ketika kalimat yang ditampilkan adalah kalimat pasif, yaitu the dog was bitten by the man.
3. Nested Structures, merupakan kalimat yang dijejali berbagai informasi tambahan atau biasa dikenal sebagai kalimat kompleks. Contohnya, kita lebih mudah memahami kalimat ‘pesawat tersebut berangkat pukul 9 pagi’ daripada ‘pesawat yang ingin aku ambil ketika pergi ke Denver setelah ia kembali ke Washington berangkat pukul 9 pagi’. Hal tersebut dikarenakan pada kalimat kedua, terjadi suatu memory cost, jadi ketika ingin menyimpulkan apa maksud dari kalimat tersebut kita harus kembali mengingat bagian pertama dari kalimat tersebut, yaitu pesawat, dan proses mengingat tersebut terhambat oleh banyaknya nested structure yang berada dalam kalimat tersebut sehingga kecepatan kita dalam memahami kalimat tersebutpun menjadi terhambat.
4. Ambiguity. Suatu kalimat menjadi sulit dipahami ketika kalimat tersebut mengandung kata yang ambigu atau bermakna ambigu sehingga untuk benar-benar memahaminya pendengar atau pembaca harus mengaitkannya ke dalam konteks informasi apa yang sedang ia sampaikan. Misalnya, seseorang berkata ‘Istri pegawai yang gemuk itu berasal dari Surabaya’, siapa yang gemuk? Istrinya ataukah pegawainya?
Komentar
Posting Komentar