Perkembangan Moral
DOMAIN PERKEMBANGAN MORAL
Perkembangan moral terdiri dari perkembangan pemikiran, perilaku, dan perasaan terhadap standar baik dan buruk. Kohlberg menyatakan bahwa perkembangan moral didasarkan pada alasan dalam melakukan suatu hal. Selain itu, perkembangan moral tidak berurutan terjadi pada seseorang seperti perkembangan kognitif. Berikut adalah fase perkembangan moral menurut Kohlberg
Preconventional Reasoning Stage1 : Punishment and Obedience Orientation Pertimbangan moral didasar-kan pada hukuman Stage 2: Individualism, Ins-trumental Purpose, and Exchange Suatu tindakan bermoral di-dasarkan pada perlakuan orang lain terhadap dirinya | Conventional Reasoning Stage 3: Mutual Interper-sonal Expectation, Relation-ship, and Interpersonal Conformity Tindakan bermoral didasar-kan pada penilaian orang lain yang dihormati Stage 4: Social System Morality Suatu tindakan bermoral di-lakukan sebagai bentuk ke-patuhan pada peraturan/ nilai | Post Conventional Reasoning Stage 5: Social Contract or Utility And Individual Right Suatu tindakan bermoral mendahului peraturan Stage 6: Universal Ethical Principles Tindakan bermoral didasar-kan pada hak asasi manusia |
Teori Kohlberg ini penting dalam pemahaman perkembanagan moral pada remaja karena ia merupakan dasar pendeskripsian dari konsepsi progresif manusia yang digunakan untuk memahami kerjasama sosial. Teori ini juga mendapat kritikan dalam hal hubungan antara pemikiran serta tingkah laku moralnya, kualitas penelitiannya, ketidak memadainya peran budaya dalam perkembangan moral, dan peremehan pada care perspective. Beberapa theorist dan peneliti berpendapat bahwa penting untuk membedakan penalaran moral dengan penalaran sosial yang biasa. Dimana penalaran sosial yang biasa berfokus pada penalaran mengenai kesepakatan dan pertemuan, sedangkan penalaran moral lebih menekankan pada masalah etika.
Bagaimana dan mengapa remaja belajar perilakumoral tertentu dan mengapa perilaku mereka berbeda satu sama lain dapat dijelaskan melalui proses yang telah kita kenal yaitu proses reinforcement, punishment dan imitation. Keefektivitasan dari reinforcement dan punishment tergantung seberapa konsisten mereka diberikan dan seberapa sering mereka diterapkan. Sedangkan keefektivitasan imitation tergantung pada karakteristik dari modelnya (powernya, kehangatannya, keunikannya, dll) dan kehadiran proses kognitif, seperti kode simbolik dan citra, untuk peningkatan dalam mempertahankan perilaku modelling.
Bandura mangatakan bahwa para remaja secara khusus waspada pada kemunafikan orang dewasa, dimana remaja percaya bahwa kebanyakan orang dewasa ini menampilkan perilaku moral yng tidak selalu sesuai dengan pemikiran moral mereka ataupun pernyataan mereka. Lalu para behaviorism menekankan bahwa perilaku moral itu tergantung situasi, yaitu dimana para remaja tidak mungkin menampilkan perilaku moral yang sama pada lingkungan sosial yang berbeda.
Teori sosial kognitif dalam perkembangan moral menekankan pada perbedaan antara kompetensi dan performa moral pada remaja. Kompetensi moral merupakan kemampuan untuk menampilkan perilaku moral sehingga berkaitan dengan apa yang sanggung dilakukan oleh individu, sedangkan performa moral merupakan menampilkan perilaku spesifik pada situasi yang spesifik sehingga ditentukan oleh motivasi dan penghargaan secara insentif. Dalam pergaulannya, remaja dapat menampilkan perilaku prososial yaitu perilaku yang ditujukan untuk menyejahterakan orang lain. Sikap-sikap prososial diantaranya yaitu altruisme, forgiveness, dan gratitude. Sigmund Freud berpendapat bahwa perasaan bersalah merupakan dasar dari perilaku moral. Dalam pandangannya, superego merupakan cabang moral kepribadian, yang terdiri dari dua komponen utama yaitu ego ideal dan conscience. Tiga aspek utama yang ditekankan dalam kepribadian moral adalah identitas, karakter, dan panutan moral. Dalam pengembangan moral, pengalaman dalam keluarga dan sekolah juga berperan penting. Teknik-teknik pengasuhan anak dan perkembangan moral terdiri dari love withdrawal (teknik disiplin dimana oraangtua menghentikan atensi atau cintanya pada anak), power assertion(tekinik disiplin dimana orang tua berusaha memperoleh kontrol terhadap remaja), dan induction (teknik disiplin dimana orangtua menjelaskan konsekuensi dari tindakan anak terhadap orang lain). Dalam penelitiannya, induction memiliki kaitan yang lebih positif terhadap perkembangan moral dibandingkan dengan love withdrawal dan power assertion. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa secara umum anak-anak yang bermoral cenderung memiliki orang tua yang memiliki karakteristik hangat dan sportif, menerapkan disiplin dengan cara induction, memberikan anak peluang untuk mempelajari perspektif dan perasaan orang lain, melibatkan anak dalam pengambilan keputusan, memberitahu mengenai perilaku yang diharapkan, mendorong penghayatan moral, dan lainnya.
Dalam lingkungan sekolah, pendidikan moral dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu kurikulum tersembunyi (iklim moral yang terdapat di semua sekolah, yang diciptakan melalui peraturan-peraturan, orientasi moraal para guru dan karyawan, serta materi pelajaran), karakter pendidikan (pendekatan dimana siswa diajarkan mengenai literasi moral daasar yang mencegah mereka untuk melakukan perilak yang tidak bemoral), Value clarification (membantu anak untuk memperjelas hal-hal yang penting bagi mereka, apa yang layak untuk dikerjakan, dan tujuan hidup apa yang seharusnya diraih), pendidikan moral kognitif (para siswa sebaaiknya belajar menghargai niai-nilai seperti demokrasi dan keadilan seiring dengan perkembangan penalaran moral mereka), dan service learning (suatu bentuk pendidikan yang bertujuan untuk mendorong tanggung jawab sosial dan memberikan pelayanan kepada komunitas.) Hal lain yang menjadi perhatian dalam pendidikan moral adalah apakah murid menyontek dan bagaimana cara mengatasinya bila perilaku tersebut di temukan.
Darcia Narvaez menekankan pendekatan integratif pada pendidikan moral yang meliputi, baik pemikiran moral yang reflektif dan komitmen terhadap keadilan dalam pendekatan Kohlberg, dan pengembangan karakter moral tertentu seperti yang disarankan dalam pendekatan edukasi karakter. Program lain dari pendekatan integratif sering disebut juga integrative ethical education. Tujuan dari program ini adalah untuk mendidik siswa yang masih moral novices menjadi moral expertdengan cara mendidik mereka tentang empat keterampilan etika, yaitu : ethical sensitivity, ethical judgement, ethical focus dan ethical action.
Nilai-nilai. Value atau nilai adalah kepercayaan atau apa yang dipercaya dan kelakuan tentang apa yang seharusnya dilakukan. Macam-macam nilai yaitu seperti, politik, keuangan, agama, edukasi, tolong-menolong, keluarga, teman dan masih banyak lagi.
Agama dan Spritualitas. Isu-isu tentang kepercayaan sangat penting pada banyak remaja dan dewasa. Dalam teori Erikson kan dinyatakan bahwa selama remaja dan dewasa awal perkembangan tentang identitas dan kepercayaan menjadi fokus utamanya. Sosialisasi keagamaan diciptakan dan dikenalkan oleh orang tua agar anaknya memiliki tradisi agama. Dalam hal ini, hubungan orang tua dengan anak memiliki peran penting. Anak yang memiliki hubungan positif dengan orang tuanya akan mengikuti dan mengadopsi agama yang sama dengan orang tuanya. Ibu lebih memiliki pengaruh besar daripada ayah karena ibu lebih religius, rajin beribadah, pemimpin doa, dan sering berkomunikasi mengenai agama terhadap anaknya. Pengambilan keputusan mengenai keyakinan serta agama dilakukan pada saat remaja. Sehingga apabila terjadi perubahan agama, hal tersebut dilakukan pada saat remaja dan emerging adulthood. Sosialisasi mengenai agama juga berkaitan dengan aktivitas seks. Rata-rata agama melarang umatnya untuk melakukan seks sebelum menikah sehingga agama juga membentuk perilaku untuk menghindarinya – seperti melalui pesan agama. Selain itu, agama telah berkontribusi dalam membuat remaja takut untuk terkena HIV, hamil di luar nikah, melakukan pengontrolan kelahiran, dan memiliki hubungan lawan jenis yang tidak berdasarkan keinginan seks saja – tetapi dilandasi dengan kasih sayang.
Cult (pemujaan) dipimpin oleh pemimpin kharismatik yang memiliki pengaruh besar terhadap kelompok cult tersebut. Cult menggunakan teknik mind-control untuk menipu pada pengikutnya, menggunakan energinya hanya untuk anggota, serta menjalankan tujuan cult dan pemimpin. Selain itu, cult juga bersifat memaksa dan tidak memberi kebebasan penuh kepada anggotanya. Anggotanya itu sendiri merupakan orang-orang yang sedang berada pada tahap transisi hidup dan dua per tiganya berasal dari keluarga yang normal.
sumber: Adolescent 13th, Santrock
Komentar
Posting Komentar