Memori pada Anak-Anak
Terkadang sulit meng-asses memori karena mereka terkadang bermasalah dalam memahami petunjuk tugas yang diberikan dan tidak mampu mengidentifikasi stimulus tertentu. Ada tiga hal yang menjadi fokus pada bagian ini, yaitu working memory, long term memory, dan memory strategy anak.
Children's working memory
Working memory seringkali diindikasikan dengan rentang memori atau jumlah item yang dapat di-recallsecara benar dan berurutan, langsung setelah presentasi. Rentang memori ini meningkat secara dramatik selama masa anak-anak (Gathercole, 1998; Schneider, 2002; Swanson, 1999). Jadi,misalnya, anak usia 2 tahun mampu mengingat rata-rata dua item dalam satu baris, sedangkan anak usia 9 tahun mampu mengingat rata-rata hingga enam item. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhinya adalah kecepatan dalam hal pengucapan yang meningkat pada anak yang lebih tua. Selain itu, working memoryjuga mengkoordinasikan aktivitas mental yang sedang dilakukan dan menyimpan informasi secara singkat. Salah satu peneliti yang menekankan pada hal ini adalah Nelson Cowan dan kolega. Secara spesifik, anak usia 7 dan 8 tahun diinstruksikan untuk membaca serangkaian kalimat dan mengisi bagian kata yang kosong, seperti kalimat 'Billy baru pulang ke rumah, kemudian Ia membuka _____'. Setelah merespon kalimat-kalimat tersebut, anak kemudian diminta untuk me-recall setiap kata yang tadi mereka gunakan untuk mengisi bagian yang kosong. Anak-anak yang dapat me-recall secara lebih cepat dan akurat lebih dari dua kata biasanya memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan anak lain pada tes kemampuan belajar.
Children's long term memory
Dalam sebuah studi klasik, Myers dan Perlmutter (1978) menggunakan anak usia 2 dan 4 tahun sebagai objek penelitian. Untuk menguji recognition, peneliti menunjukkan 18 objek pada anak. Kemudian, mereka kembali ditunjukkan 36 item, 18 diantaranya adalah item yang sudah ditampilkan sebelumnya. Anak usia 2 tahun mampu mengenali 80% item-item tersebut, dan anak usia 4 tahun mampu mengenai sebanyak 90%. Ketika kelompok anak yang berbeda diuji kemampuan untuk me-recallsembilan objek, anak usia 2 tahun hanya mampu mengingat 20% diantaranya, sedangkan anak usia 4 tahun mampu me-recall 40%. Hal tersebut tampaknya disebabkan oleh perlunya secara aktif menggunakan memory strategy, dan strategi-strategi itu belum berkembang pada middle childhood. Ada tiga isu spesifik dalam bahasan ini yaitu autobiographic memory for events, source monitoring, dan eyewitness testimony pada anak-anak.
Autobiographical memory and early childhood. Childhood amnesia merupakan suatu fenomena dimana anak-anak dengan usia yang lebih tua dan orang dewasa tidak mampu mengingat pengalaman atau kejadian-kejadian yang mereka alami pada awal-awal kehidupan mereka, tepatnya sebelum mereka berusia dua atau tiga tahun. Dalam studi representatif mengenai childhood amnesia, Eacott dan Crawley (1998), menggunakan mahasiswa, yang memiliki adik yang lebih muda dua sampai tiga tahun dari dirinya, sebagai responden penelitian. Mereka ditanyai serangakaian pertanyaan mengenai kelahiran adik mereka tersebut, dan jawaban dikonfirmasi oleh ibu mereka. Hasilnya menunjukkan bahwa reponden yang memiliki adik ketika mereka berusia tiga tahun mampu menjawab pertanyaan lebih banyak dibandingkan responden yang memiliki adik ketika mereka berusia dua tahun. Studi lain dilakukan oleh Rubin (2000), menemukan penelitian sebelumnya dimana remaja dan dewasa diinstruksikan untuk me-recall autobiographical memories pada sepuluh tahun pertama kehidupanya. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka jarang mengingat kejadian-kejadian yang terjadi ketika mereka masih berusia di bawah tiga tahun.
Berbagai asumsi muncul untuk menjelaskan fenomena ini. Salah satunya adalah faktor neurologis, yangmana area prefrontal cortex yang tidak cukup berkembang untuk mengkode memori-memori tersebut. Faktor lain adalah anak yang berusia di bawah dua tahun belum memiliki well-organized sense mengenai siapa mereka sebenarnya sehingga mereka mengalami kesulitan dalam meng-coding dan me-retrieve serangkaian kejadian yang berhubungan dengan diri mereka (Newcombe et al., 2000)
Children’s source monitoring. Source monitoring merupakan suatu proses yangmana kita berusaha menentukan memori mana yang sebenarnya dan mana yang hanya khayalan. Secara umum, anak yang berusia di bawah tujuh tahun menemui lebih banyak kesulitan dibandingkan orang dewasa dalam membedakan antara kenyataan dan fantasi (Foley, 1998; Foley & Ratner, 1998; Ratner et al., 2001). Penilitian Mary Ann Foley, Hilary Horn Ratner, dan kolega secara sistematik megklarifikasi kondisi dimana anak-anak sangat cenderung untuk membuat galat dalam source monitoring. Foley dan Rotner (1998) meminta satu kelompok anak usia 6 tahun untuk menunjukkan beberapa kegiatan fisik tertentu, seperti membuat gerakan seperti pesawat terbang. Kelompok kedua, dengan usia yang sama, diinstruksikan untuk membayangkan bagaimana rasanya melakukan suatu kegiatan fisik tertentu, seperti membayangkan bagaimana rasanya bergerak seperti pesawat terbang. Kelompok ketiga diinstruksikan untuk memvisualisasikan diri mereka menunjukkan kegiatan fisik tertentu. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya sedikit anak yang melaporkan bahwa hal tersebut hanyalah bayangan. Sebaliknya mereka merasa benar-benar telah melakukan apa yang sebenarnya hanya dalam bayangan. Bias ini terutama terjadi pada kelompok kedua, atau dengan kata lain, anak yang cenderung membuat galat dalam source monitoring adalah mereka yang membayangkan bagaimana rasanya melakukan sesuatu; mereka seringkali meyakinkan diri mereka bahwa mereka benar-benar telah melakukan hal tersebut. Penelitian lain menunjukkan bahwa anak terkadang mengingat bahwa mereka telah melakukan suatu tugas yang sebenarnya dilakukan oleh orang lain dengan siapa mereka berkolaborasi (Foley, Ratner & House, 2002; Ratner et al., 2002)
Children’s eyewitness testimony. Anak yang lebih tua dikatakan mampu memberikan kesaksian yang lebih akurat dibandingkan anak yang lebih muda. Salah satu kasus pengadilan nyata menginspirasi Michelle Leichtman dan Stephen Ceci (1995) untuk mengadakan suatu eksperimen. Pada kasus ini, gadis berusia 9 tahun memberikan kesaksian, dan tampaknya stereotipe dan sugesti tadi mempengaruhi laporannya. Dalam studinya, Leitchman dan ceci mengeksplorasi akibat dari kedua faktor tersebut. Mereka menguji 176 anak preschool dan melibatkan setiap anak kedalam satu dari empat kondisi. Dalam kondisi kontrol, orang asing bernama Sam Stone mengunjungi ruangan kelas, berkeliling, dan berkomentar lembut selama dua menit. Dalam kondisi stereotipe, asisten peneliti menunjukkan satu cerita setiap minggunya kepada anak-anak selama tiga minggu sebelum kunjungan Sam Stone; setiap cerita tersebut menggambarkan Sam Stone sebagai orang yang ramah namun sangat kikuk dan canggung. Selama interview setelah kedatangan Sam Stone, intreviewer menyediakan dua sugesti yang salah, yaitu bahwa Sam Stone menyobek buku dan bahwa dia juga menumpahkan coklat pada teddy bear. Akhirnya, pada kondisi stereotipe-sugesti, anak ditunjukkan baik stereotipe sebelum kedatangan Sam Stone dan sugesti yang salah setelahnya. Dua minggu setelah kunjungan Sam Stone, interviewer baru, yangmana belum pernah dikenal anak-anak sebelumnya, menanyakan apa saja hal yang Sam Stone lakukan selama kunjungan. Khususnya mereka ditanyai apakah mereka benar-benar melihat bahwa Sam Stone menyobek buku dan menumpahkan coklat pada teddy bear.
Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok kontrol melaporkan secara lebih akurat bahwa Sam Stone tidak melakukan hal-hal tersebut, hanya 5% dari anak yang lebih muda yang merasa melihat kejadian tersebut. Oleh karena itu, ditekankan bahwa kesaksian anak dapat sangat akurat ketika kondisi tersebut ideal dan tidak ada informasi yang salah baik sebelum dan sesudah kejadian. Dengan kata lain, keakuratan kesaksian anak dipengaruhi oleh usia anak, stereotipe, dan informasi yang salah. Selain itu, hal lain yang membuat error adalah ketika interviewer bertanya dengan nada emosi yang tinggi atau menggunakan bahasa yang kompleks. Lebih lagi, anak membuat lebih banyak error ketika interviewer nya adalah orang asing, dibandingkan orangtua mereka sendiri
Children's memory strategy
Memory strategy merupakan kegiatan yang goal-oriented untuk meningkatkan kemampuan memori. Sebelumnya telah dikatakan bahwa anak memiliki kemampuan me-recall item yang masih buruk, yang salah satunya dikarenakan belum berkembangnya memory strategy pada mereka. Anak-anak mungkin saja belum menyadari pentingnya memory strategi tersebut.. Selain itu, mereka juga mungkin menggunakan strategi-strategi tersebut secara tidak efektif atau utilization deficiencysehingga strategi tersebut tidak mampu meningkatkan kemampuan recall mereka. Sebaliknya, anak yang lebih tua mulai menyadari pentingnya memory strategy sehingga mereka mulai memilih strategi mana yang tepat dan menggunakannya secara hati-hati dan konsisten. Mereka juga sering menggunakan berbegai variasi strategi ketika mereka perlu mempelajari beberapa item, dan mereka dapat memonitor bagaimana mereka menggunakan strategi-strategi tersebut. Akibatnya, anak yang lebih tua dapat me-recall item dengan keakuratan yang logis. Ada tiga jenis memory strategi yang difokuskan dalam pembahasan ini, yaitu rehearsal, organization, dan imagery.
Rehearsal atau mengulang secara terus-menerus, sebenarnya bukan merupakan strategi yang efektif, tapi dapat ebrguna untuk mempertahankan suatu item dalam working memory. Penelitian menunjukkan bahwa anak usia 4 dan 5 tahun tidak secara spontan mengulangi material yang mereka ingin ingat, sedangkan anak usia 7 tahun mulai menggunakan strategi rehearsal ini dengan mengulangi dengan diam beberapa kata secara bersamaan. Poin penting lain adalah anak yang lebih muda sering mendapat keuntungan dari strategi ini, meskipun mereka tidak menggunakan strategi ini secara spontan (e.g., Bjork-lund et al., 1997; Flavell et al., 2002; Gathercole, 1998).
Organization. Strategi ini sering digunakan oleh orang dewasa. Sebuah studi klasik yang dilakukan oleh Moely dan kolega (1969) dimana anak-anak mempelajari gambar dari empat kategori, yaitu binatang, pakaian, furnitur, dan kendaraan. Selama dua menit periode studi mereka diberitahu bahwa mereka dapat menyusun gambar-gambar tersebut sebagaimana yang mereka inginkan. Anak yang lebih tua cenderung mengelompokkan gambar-gambar tersebut kedalam kategori yang sama, tidak seperti anak-anak yang lebih muda.
Imagery. Strategi ini merupakan salah satu strategi yang sangat membantu bagi orang dewasa. Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa anak usia 6 tahun juga mampu secara efektif menggunakan strategi ini (Foley et al., 1993). Faktanya, penggunaan spontan dari strategi ini belum berkembang hingga masa remaja, bahkan mahasiswa pun masih belum sering menggunakan strategi ini (Schneider & Bjorklund, 1998)
Kesimpulannya, anak-anak preschool cenderung belum menggunakan strategi-strategi ini secara hati-hati dan konsisten. Bahkan, mereka belum menyadari pentingnya strategi ini dalam meningkatkan kemampuan memori mereka.
sumber: Cognition 6ed, Matlin
Komentar
Posting Komentar