Efek Konteks: Encoding Specificity
Salah satu sifat manusia adalah pelupa. Banyak hal yang dapat berkontribusi dalam hal tersebut, salah satunya adalah konteks. Suatu hari, Anda sedang belajar di kamar, seketika itu tiba-tiba Anda ingat pulpen Anda tertinggal di dapur. Sesampainya di dapur, Anda lupa, “apa yang saya lakukan disini?”, namun ketika kembali ke kamar, barulah Anda ingat bahwa Anda tadi mau mengambil pulpen ke dapur. Hal itulah yang dibahas dalam encoding specificity, suatu prinsip yang menyatakan bahwa proses mengingat menjadi lebih baik ketika terdapat kemiripan konteks ketika proses retrieval dan encoding. Contohnya, Anda akan mampu mengingat lebih baik kejadian bertengkar dengan teman di sebuah restoran, ketika Anda kembali ke tempat tersebut. Geiselman dan Glenny (1977) melakukan suatu penelitian yang melibatkan dua kelompok partisipan. Keduanya diberi tampilan kata secara visual, lalu diminta untuk membayangkan suara yang mengucapkan kata tersebut. Kelompok pertama diminta membayangkan suara perempuan, sedangkan kelompok lainnya membayangkan suara laki-laki. Kemudian, para peneliti menguji rekognisi mereka dengan memunculkan suara nyata yang mengucapkan kata-kata tadi, baik suara perempuan maupun suara laki-laki. Lalu, para partisipan ditanyai mengenai apakah kata-kata yang diucapkan oleh speaker tadi merupakan kata-kata baru atau tidak. Hasilnya menunjukkan bahwa kecocokan gender speaker, baik real maupun yang dibayangkan, membantu partisipan untuk mengingat bahwa kata-kata tersebut bukan kata baru. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konteks tidak hanya meliputi lokasi fisik, melainkan juga petunjuk-petunjuk lain yang muncul saat proses encoding dan recall.
Efek konteks ini terkadang sulit untuk dilakukan dalam labolatorium. Ada dua hal berpotensi yang menyebabkannya, yaitu :
a. Tugas memori yang berbeda.
Laboratorium dan kehidupan nyata menampilkan tugas yang berbeda, yaitu recognition dan recall. Kehidupan nyata lebih menggambarkan suatu situasi dimana kita me-recall suatu pengalaman terdahulu, dan pengalaman tersebut terkadang muncul beberapa tahun yang lalu. Sebaliknya, di laboratorium difokuskan pada tugas recognition, “Apakah kata bebek muncul pada daftar yang tadi Anda lihat?”, daftar tersebut muncul paling tidak kurang dari satu jam yang lalu. Encoding specificity lebih kuat terjadi dalam kehidupan nyata, dimana terjadi long-delay situation, tidak hanya short-delay situation seperti yang terjadi di laboratorium.
b. Konteks fisik vs Konteks mental
Eich mengatakan bahwa baiknya transfer informasi dari lingkungan ke hal lain bergantung pada miripnya lingkungan tersebut terasa, daripada miripnya lingkungan tersebut terlihat. Aktivitas mental manusia seringkali tidak cocok dengan intruksi peneliti yang telah memanipulasi konteks fisik. Peneliti sebaiknya memperhatikan proses mental para partisipan.
Levels of Processing and Encoding Specificity
Deep-semantic processingdapat menjadi tidak ideal hingga retrieval condition juga menekankan pada makna. Atau dengan kata lain, shallow processing menjadi lebih efektif dibandingkan deep-processing ketika informasi yang di retrieval hanya informasi yang mudah. Pernyataan ini menunjukkan bahwa penyimpanan informasi menjadi lebih baik ketika kita mengetahui tipe retrieval apa yang dimaksud. Seperti begini, cara belajar Anda ketika diberitahu akan diberi soal esai, akan berbeda dengan cara belajar Anda ketika diberitahu akan diberi soal pilihan ganda.
Komentar
Posting Komentar