Teori Kebenaran dalam Ilmu Pengetahuan


Dari teori-teori kebenaran yang ada (teori korespondensi, teori koherensi,
teori pragmatis, teori performatif, dan teori konsensus), teori manakah yang
paling relevan untuk menjelaskan kebenaran ilmu pengetahuan?

Pengetahuan disebut sebagai ilmu ketika ia mencakup beberapa kriteria, yaitu tersusun secara sistematis, dapat dipertanggungjawabkan secara empiris dan universal, serta bersifat objektif. Di sama sisi, kebenaran juga merupakan persesuaian antara pengetahuan yang ada dengan objek kenyataannya. Oleh karena itulah, dalam ilmu pengetahuan dicari kebenaran yang objektif, bukan subjektif yang berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
Terdapat lima teori yang berusaha menjelaskan tentang kebenaran, yaitu teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatis, teori performatif, dan teori konsensus. Namun, menurut kami, diantara kelima teori tersebut, teori yang paling relevan dalam menjelaskan kebenaran dalam ilmu pengetahuan adalah teori korespondensi. Ada tiga alasan yang mendasari pemilihan teori korespondensi sebagai dasar kebenaran dalam ilmu pengetahuan. Pertama, menurut teori ini, kebenaran yang sempurna akan tercipta manakala terdapat kesesuaian antara pernyataan (statement) dan kenyataan (truth). Kebenaran merupakan sesuatu yang bersesuaian dengan fakta, berdasarkan realitas, dan serasi (correspondences) dengan situasi yang aktual. Dengan kata lain, kebenaran—menurut teori ini—merupakan hal yang bersifat empiris. Kedua, teori korespondensi berpegang pada apa yang terdapat dalam kenyataan objek itu sendiri, bukan pada sesuatu yang terdapat di luarnya, dan tidak tergantung pada manusia ataupun kemanusiaan. Kebenaran yang sesungguhnya dapat tercapai manakala kebenaran tersebut bersifat independen, tidak tergantung, atau terlepas dari pemikiran, dan manusia tidak dapat mengubahnya bila pun telah memahami atau mengalaminya. Dengan kata lain, teori ini merupakan teori yang paling objektif. Ketiga, jika teori ini merupakan teori kebenaran yang paling objektif, maka keberlakuan teori ini tidak terbatas oleh tempat, waktu, atau golongan manusia tertentu. Selama yang menjadi fokus adalah objek itu sendiri, maka keadaan di luar objek itu tidak mempengaruhi nilai kebenarannya. Dengan kata lain, teori korespondensi dapat berlaku secara universal. Contoh dari objektivitas yang universal terdapat pada ilmu fisika, yakni ketika kita membicarakan massa suatu benda. Massa suatu benda diukur atas benda itu sendiri. Tidak tergantung pada gaya gravitasi di sebuah daerah. Ketika suatu benda terukur bermassa 100 kg, maka di manapun benda itu diletakkan, selama bendanya masih sama dan utuh, massa benda tersebut tetap 100 kg.
Tiga alasan di atas, yakni empiris, objektif, dan universal, merupakan tiga kata kunci dari ilmu pengetahuan. Dengan begitu, menurut kami, jelaslah teori kebenaran korespondensimerupakan teori yang palingrelevan dalam menjelaskan atau menjadi dasar kebenaran teori-teori ilmu pengetahuan.

Mengapa tidak memilih teori-teori kebenaran yang lain?
Setiap teori kebenaran memiliki acuan yang berbeda-beda dalam mempersepsi kebenaran. Jika bersama, mereka dapat saling melengkapi kekurangan dari suatu teori. Namun, jika harus memilih teori manakah yang paling relevan dalam menjelaskan kebenaran ilmu pengetahuan, kami memilih teori korespondensi, bukan teori-teori yang lain karena beberapa hal. Pertama, teori koherensi merupakan teori kebenaran yang menilai sesuatu itu benar jika memiliki kesesuaian antara satu pernyataan dengan pernyataan yang lain atau memiliki hubungan dengan proposisi-proposisi sebelumnya yang benar. Teori ini tidak dapat menjelaskan ilmu pengetahuan karena tidak didukung oleh fakta-fakta, hanya berdasarkan pikiran. Selain itu, teori ini sulit memungkinkan kebenaran yang bersifat baru muncul, maksudnya kebenaran yang didapat tidak ditilik dari kesesuaian dengan proposisi-proposisi yang sebelumnya telah dianggap benar. Kedua, teori pragmatis menilai kebenaran suatu proposisi dianggap benar jika memiliki manfaat bagi kehidupan manusia. Teori ini tidak dapat menjelaskan ilmu pengetahuan karena teori ini bersifat sangat subjektif karena setiap orang sangat mungkin memiliki perbedaaan sudut pandang mengenai sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri. Padahal, ilmu pengetahuan harus bersifat universal dan dapat diterima oleh semua orang secara objektif. Oleh karena itu, teori ini tidak dapat menjelaskan ilmu pengetahuan. Ketiga, teori performatif menilai sesuatu itu benar apabila merupakan ketetapan dari pemegang otoritas tertentu. Padahal, keputusan seorang pemegang otoritas tertentu tidak selalu mutlak kebenarannya. Tanpa pembuktian empiris dan penelitian yang sistematis maka nilai kebenaran dari suatu hal menjadi tidak pasti. Selain itu, masyarakat yang terbiasa menilai suatu kebenaran berdasarkan pada teori ini ini akan lebih banyak bergantung kepada pemegang otoritas dalam pengambilan keputusan sehingga tidak terbiasa untuk selalu menggunakan akalnya secara rasional dan berpikir kritis. Keempat, teori konsensus menilai suatu hal sebagai kebenaran jika berdasar pada paradigma atau perspektif tertentu, dimana ada komunitas ilmuwan yang mendukung teori tersebut. Paradigma yang menjadi acuan tersebut merupakan sebuah kesepakatan bersama oleh suatu komunitas sains. Paradigma menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang dapat memenuhi fungsi esensial ilmu pengetahuan dan berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tidak tertulis. Teori ini menjadi kurang relevan dalam menjelaskan kebenaran ilmu pengetahuan karena nilai kebenaran akan menjadi lebih subjektif dan berbeda-beda menurut beberapa kelompok.

Sumber kajian tambahan:
Kelemahan Teori-Teori Kebenaran dalam http://www.scribd.com/zahari99/d/50717920/  
       14-Kelemahan-Teori-teori-Kebenaran diunduh pada 14 Maret 2012 pukul 22.40.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persepsi Bicara

Top-Down Processing and Visual Object Recognition

Latar Belakang Pengenalan Objek Visual