Hakikat Eksistensi Manusia


Aliran-Aliran Filsafat yang Berusaha Menjelaskan Hakikat Eksistensi Manusia
1.        Atheisme
Atheisme merupakan suatu paham yang menolak keberadaan Tuhan. Baron d’Holbach, pada 1772, mengatakan bahwa setiap anak dilahirkan sebagai atheis  karena mereka tidak mengetahui akan Tuhan. Tokoh atheis lain yaitu Friedrich Nietzche. Nietzche mengkritik agama Kristen dalam bukunya anti kristus, padahal ia lahir dan terdidik dalam lingkungan kristiani. Ludwig Feuerbach juga menyata-kan bahwa agama tak lain adalah proyeksi atas keterasingan yang dirasakan manu-sia. Segala konsep mengenai Tuhan, Malaikat, Surga, dan Neraka, yang ada dalam agama tak lain daripada hasil proyeksi manusia itu sendiri. Dengan kata lain, manu-sialah yang mengonsepkan hal-hal itu. Sama halnya dengan Sigmund Freud, menu-rutnya, ritual-ritual keagamaan mempunyai kemiripan dengan ritual yang ada pada penderita obsesif-kompulsif. Para atheis juga menentang keberadaan Tuhan dengan menegaskan adanya ketidakcocokan antara dunia ini dengan sifat-sifat Tuhan. Ke-sempurnaan, kemahatahuan, dan kemaha belas kasihan Tuhan tidak cocok dengan keadaan dunia yang penuh kejahatan dan penderitaan yang dialami oleh banyak orang. 
2.        Determinisme
Determinisme memandang kehendak bebas merupakan hal yang tidak mungkin da-lam kehidupan manusia. Tindakan manusia tidak ditentukan oleh manusia itu sen-diri, melainkan oleh kondisi-kondisi yang mendahuluinya. Contohnya yaitu deter-minisme religius, dimana para penganut religi tersebut meyakini bahwa bukan ha-nya alam dan kehidupan, bahkan semua perilaku manusia pun, telah ditentukan oleh Tuhan. Hal tersebut telah cukup membuktikan bahwa manusia tidak memiliki kebebasan.

3.        Dualisme
Dualisme merupakan aliran yang menjadi penengah dalam perdebatan antara mate-rialisme dan idealisme. Menurut dualisme, alam semesta ini tidak bisa hanya pada satu unsur material atau spiritual saja karena pada kenyataannya kedua unsur terse-but merupakan kenyataan sejati yang tidak dapat dibantah kebenarannya. Manusia memiliki dua eksistensi, yaitu res extensa dan res cogitans.

4.        Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang menekankan pada kebebasan dan penentuan diri manusia. Aliran ini menyebut manusia sebagai suatu proses, berge-rak aktif dan dinamis. Karena, menurut aliran ini, hanya manusialah yang sanggup melampaui keterbatasan biologis dan lingkungannya, serta berusaha untuk tidak ter-kungkung oleh segala keterbatasan yang dimilikinya. Manusia diyakini sebagai makhluk yang bebas dan kebebasan itu adalah modal dasar untuk hidup sebagai individu yang otentik dan bertanggung jawab. Eksistensialisme menunjuk manusia sebagai individu konkret, bukan manusia pada umumnya

5.        Empirisme John Locke
Dalam bukunya yang berjudul “Essax Concerning Human Understanding, ia mengatakan bahwa pengetahuan didapat dari pengalaman inderawi. Tanpa mata ti-dak ada warna, tanpa telinga tidak ada bunyi, dan sebagainya. John Locke meng-gambarkan keadaan jiwa sebagai kertas kosong atau tabula rasa, tidak berisi apa-apa, juga tidak ada idea di dalamnya. Jiwa akan terisi oleh sesuatu jika sudah men-dapatkan pengalaman, dimana manusia mendapatkan seluruh pengetahuan.


6.        Environmentalisme
Environmentalisme, sama halnya dengan empirisme, merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan.

7.        Humanisme
Humanisme merupakan paham yang mengakui keberadaan dan dominasi “aku” yang bebas dari situasi atau kondisi yang melingkupinya. Manusia, dalam panda-ngan humanisme, menempati posisi yang sangat penting dan sentral. Dengan de-mikian, manusia dipandang sebagai ukuran bagi setiap penilaian dan referensi uta-ma dari setiap kejadian di alam semesta ini. Kebebasan merupakan hal penting da-lam humanisme, tetapi kebebasan yang diperjuangkan bukan kebebasan yang absolut, melainkan kebebasan yang berkarakter manusiawi.

8.        Idealisme
Idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang menganggap bahwa gejala alam fi-sik yang tampak dan dialami manusia hanyalah sebagai appearance, sedangkan di balik itu semua ada kenyataan yang sesungguhnya yang berupa jiwa atau idea. Esensi dari kenyataan spiritual ini adalah berpikir. Setiap perilaku manusia mengandung maksud dan tujuan, bukan semata-mata bergerak secara mekanis. Penggerak utama perilaku bukan kekuatan eksternal, seperti sistem saraf pusat, me-lainkan kekuatan internal yaitu jiwa. Dengan demikian, tujuan hidup manusia adalah untuk mengaktualisasikan diri dan nilai-nilai yang diyakininya.

9.        Indeterminisme
Indeterminisme, yang merupakan kebalikan dari determinisme, menyatakan bahwa manusia memiliki kehendak bebas dalam kehidupannya. Aliran ini merupakan per-lawanan terhadap aliran determinisme. Para penganut indeterminisme mengatakan bahwa tidak semua kejadian merupakan rangkaian dari kejadian masa lalu, tetapi ada faktor kesempatan (chance) dan kegigihan (necessity).  Kesempatan (chance) merupakan faktor yang dapat mendorong terjadinya perubahan, sedangkan kegigih-an (necessity) dapat membuat sesuatu itu akan berubah atau dipertahankan sesuai asalnya.

10.    Irrasionalisme
Irrasional merupakan suatu paham yang menganggap bahwa pada dasarnya peri-laku manusia yang dianggap rasional adalah hasil rasionalisasi dari keputusan-keputusan yang tidak rasional. Rasio merupakan alat yang berfungsi merasionalkan sesuatu yang sebetulnya irrasional.

11.    Komunisme
Komunisme merupakan paham yang berlandasakan pada ateisme, yang menjadikan materi sebagai segala-galanya. Paham ini muncul sebagai reaksi terhadap kapital-isme. Komunisme menjunjung kesejahteraan ekonomi dan perjuangan kelas.

12.    Materialisme
Berbeda halnya dengan idealisme, materialisme merupakan suatu aliran filsafat yang menganggap bahwa metafora kenyataan yang sesungguhnya adalah objek-objek material. Ciri utama dari kenyataan fisik yaitu dapat dilihat secara empiris (menempati ruang dan waktu) dan bersifat objektif. Oleh karena alam spiritual atau jiwa tidak menempati ruang, aliran ini menolak keberadaan jiwa. Segala sesuatu da-lam kehidupan ini harus berdasarkan pada data-data yang bersifat inderawi. Jika pun, ada beberapa hal yang masih belum diketahui itu berarti pengetahuannya saja yang belum cukup untuk dapat memahaminya. Perilaku manusia, dalam aliran ini, bersifat mekanistis, dimana perilaku merupakan respon atas stimulus sehingga alir-an ini tidak mengakui adanya kehendak bebas.

13.    Nativisme
Tokoh utama dari aliran ini adalah Schopenhauer, yang mengemukakan bahwa anak terlahir dengan dilengkapi oleh pembawaan bakat alami atau kodrat. Pemba-waan itulah yang menentukan wujud kepribadian seseorang. Konsekuensi dari paham demikian yaitu pendidikan yang diberikan kepada anak itu hanya sia-sia.

14.    Naturalisme biologis
Naturalisme biologis, menurut Searle, menyatakan bahwa kesadaran adalah penga-laman subjektif nyata yang disebabkan oleh proses fisikal otak. Dengan naturalisme biologis, Searle mengklaim telah memberikan solusi yang cukup untuk masalah tradisional mengenai masalah pikiran dan tubuh. Searle tidak menerima pandangan dualisme maupun materialisme. Singkatnya, naturalisme biologis Searle yaitu kesa-daran nyata (fitur mental yang tidak dapat direduksi); kesadaran berifat biologis (fitur fisikal otak); kesadaran secara keseluruhan disebabkan oleh dan dapat dijelas-kan melalui tingkah laku dari fenomena biologis di tataran lebih rendah; keadaan mental secara kausal memiliki efek terhadap keadaan mental yang lain.

15.    Personalisme
Personalisme atau idealisme personalistik menganggap bahwa Persona atau pribadi merupakan metafor yang sangat tepat untuk memahami dan mendeskripsikan alam semesta. Aliran ini juga menekankan bahwa jiwa bersifat pribadi dan masing-masing berdiri sendiri, sehingga setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengekspresikan dirinya sendiri

16.    Postmodernisme
Menurut paham ini, kenyataan hidup yang bersifat pluralitas lah yang harus dijun-jung setinggi-tingginya karena memiliki nilai yang penting yang tidak bisa diukur oleh nilai-nilai yang terkandung dalam The One. The One merupakan sistem-sistem besar yang bersifat tunggal, sedangkan the Plurals sistem-sistem kecil yang bersifat jamak. Dengan demikian, postmodernisme menolak “aku/ego” yang unik dan man-diri karena selalu hidup di dalam dan ditentukan oleh sejarah, serta situasi sosial, budaya yang melingkupinya.

17.    Rasionalisme
Rasionalisme merupakan paham yang berusaha memecahkan permasalahan dengan didasarkan pada akal daripada emosi atau nafsu. Rasionalisme mendasarkan dirinya pada penggunaan argumen-argumen yang rasional, fakta-fakta, serta pengalaman yang ada, dalam mencari pemecahan masalah yang sedang dihadapi.
18.    Sosialisme
Sama halnya dengan Komunisme, Sosialisme juga terlahir sebagai reaksi akibat kapitalisme. Sosialisme menekankan pada manusia sebagai makhluk sosial. Semua aspek dianggap sebagai milik bersama.

19.    Spiritualisme
Spiritualisme, sama halnya dengan idealisme, menganggap bahwa kenyataan se-sungguhnya adalah jiwa. Jiwa lah yang menjadi penggerak utama tingkah laku manusia.

20.    Stukturalisme
Menurut strukturalisme, manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang tidak bebas, perilaku dan kesadarannya terstruktur oleh sistem bahasa dan budayanya. Makna dari keberadaan manusia pada dasarnya tidak tergantung pada diri manusia itu sendiri, sebagaimana pion-pion catur dalam permainan catur. Secara sadar atau tidak, ada aturan main yang menyebabkan manusia harus mematuhi aturan-atura di dalam sistemnya.

21.    Teisme
Berbeda dengan ateisme, teisme merupakan paham yang percaya bahwa Tuhan itu ada. Bukti-bukti yang diajukan untuk menyatakan keberadaan Tuhan, antara lain yaitu argumentasi ontologis (klaim-klaim empiris tentang dunia, namun didasarkan pada gagasan-gagasan, konsep-konsep, atau definisi-definisi tertentu); the cosmolo-gical argument (kebenaran-kebenaran tertentu yang sudah pasti dan adanya eksis-tensi ada tertentu yang mampu menjelaskan fakta-fakta tersebut); design or teleo-logical argument(adanya a  divine designer or orderer yang merancang dan meng-atur tatanan dan rancangan sebagaimana yang dapat diamati di dunia); the moral argument (adanya suatu sumber ilahiah dari pengalaman moral manusia atau sumber ilahiah kebaikan yang tertinggi);  the argument  from religious experience (keber-ada-an Tuhan paling baik dijelaskan atas dasar fakta pengalaman religius manusia)(Davis, 1997); the argument e consesu gentinum (oleh Cicero: fakta bah-wa di mana-mana terdapat banyak ‘orang yang beriman’ kepada Tuhan, dengan de-mikian Tuhan tentu Ada); the argument from morality (oleh Kant: adanya morali-tas kewajiban menuntut imbalan, yang karena belum tentu dapat dipenuhi pada saat hidup, tentu harus dipenuhi pada kehidupan setelah mati, dan oleh karenanya, harus ada Tuhan untuk menjaminnya); the argument from aesthetics experience (adanya kesadaran estetis pada manusia–yang terbatas–tentu memiliki sumber pada sesuatu yang supra-human, dan itu adalah Tuhan); the epistemological argument (oleh Aguatinus: adanya kebenaran yang dapat dipahami manusia tentu bersumber pada Kebenaran Abadi, yakni Tuhan.

22.    Totaliarisme
Sama halnya dengan sosialisme dan komunisme, totaliarisme juga memandang hakikat manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat. Namun, dalam tatanan pemerintahan, totaliarisme berarti penguasaan secara total bidang kehidupan sosial bermasyarakat oleh pemerintah.

23.    Vitalisme dan Vitalisme Model Schopenhauer
Vitalisme merupakan paham yang beranggaan bahwa kenyataan yang sesungguhnya adalah energi atau kekuatan-kekuatan yang bersifat irrasional. Selu-ruh aktivitas dan perilaku manusia merupakan perwujudan dari kekuatan-kekuatan itu. Schopenhauer berpendapat bahwa keinginan manusia adalah sia-sia dan tidak logis. Keinginan adalah sebuah keberadaan metafisikal yang mengontrol tindak hanya tindakan-tindakan individual, tetapi khususnya seluruh fenomena yang bisa diamati. Schopenhauer juga melihat bahwa hidup adalah penderitaan.

Sumber kajian pustaka:
Abidin, Zainal. 2011. Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Abidin, Zainal. 2009. Filsafat Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hatta, Mohammad. 1986. Alam Pikir Yunani. Jakarta: UIP.
http://haqiqie.wordpress.com/2007/04/25/rasionalisme-sebuah-sikap/ diakses pada 22 Maret 2012
       pukul 06.20
http://parnusa.blogspot.com/2011/05/makalah-filsafat-agama-atheisme.html?zx=c64fa669f26a3b6f
       diakses pada 21 Maret 2012 pukul 19.03
Russel, Bertrand. 2007. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persepsi Bicara

Top-Down Processing and Visual Object Recognition

Latar Belakang Pengenalan Objek Visual